What if the death comes tomorrow?


Ahad, 27 November 2016 pukul 07.30 pagi.
Temanku Dhini Islami telah kembali pada Sang Hakiki, pemilik seluruh jiwa dan segala hal di dunia ini.
Meski sejatinya jam dan menit itu hanya perkiraan manusia, karena rinci menit dan jamnya siapa yang tahu? Kalau bukan Sang Pemilik nyawa itu sendiri?

5 hari lalu telefon genggamku bergetar dengan lampu notifikasi berwarna biru, tak biasanya ada pesan melalui messenger karena memang jarang pula aku membuka pun ada pesan masuk. Aku yang saat itu sedang sibuk berkemas untuk menjalani rutinitas pagi hari, naik motor ke kampus. Terusik karena rasanya tak biasa, benar saja Dini mengirimkan pesan singkat lewat aplikasi facebook mengatakan terimakasih telah menjengukku semalam. Ya, kamu 5 hari lalu bahkan masih sempat mengirimkan pesan singkat padaku. Haru mendapatkan pesan meski sangat sederhana setelah sekian lama tak bersua, aku hanya meminta untuk tetap semangat dan lekas sembuh dan meminta maaf hanya itu yang dapat diberikan. Namun kamu dengan besar hati mengatakan tak mengapa "doamu yang kubutuhkan" katamu. Rasanya ingin aku memelukmu dan mendekap lama sembari membisikkan semua akan baik-baik saja. Dan sekali lagi maafkan aku itu semua hanya tersimpan dalam angan.

Aku datang pukul 9 malam, itupun mencuri waktu di antara padatnya jam perkuliahan minggu itu meski ayah dan ibu sempat bernegosiasi agar ditunda karena terlalu larut takut semuanya sia-sia sesampai di sana dan tak tahu kamar berapa. Aku terlalu takut kehilangan kesempatan lagi menjenguk temanku saat ia jatuh sakit setidaknya untuk terakhir kali. Aku terlalu takut rasa bersalah itu datang kembali. Setelah sebelumnya aku kehilangan temanku yang sakit  sekian lama dan aku bahkan tak sempat menjenguknya barang sekali. Kemana saja diriku??? Rasanya rasa bersalah ini akan selalu bersemayam di dalam dada.
Sesampainya di sana tentu ia sudah terlelap di kamar perawatan intensif itupun aku hanya berhasil melongok sedikit karena petugas yang melarang keras masuknya pengunjung bahkan keluarga, berkeliling mencari ibunya bermodalkan ingatan 7 tahun silam karena wajahnya yang familiar dengan anaknya aku bertemu dengan ibunya serta keluarganya di ruangan khusus keluarga, berbincang sedikit mengenai keadaanmu. Maaf hanya itu yang dapat kulakukan saat itu. Ohh bahkan tak sempat aku berbincang menceritakan padamu betapa indahnya hari itu, bahkan tak sempat meski untuk sesaat setelah 7 tahun tak berbincang apalagi bertemu, itupun hanya lewat aplikasi line lebih setahun lalu setelah kelulusan.

Rasanya baru kemarin, berlarian di kelas heboh bertukar pertanyaan lauk makan siang apa yang dibawa. Tanggal, bulan, atau bahkan jam yang sama?
Kami lahir. Ya mestinya umurku sama dengannya, melalui 20 tahun yang sama, 30 tahun yang sama dan menua lalu menunggu saat itu tiba tapi tidak secepat ini.
Allah sayang padamu, bahkan dosa-dosamu telah Allah angkat seluruhnya in syaa Allah, setelah lamanya sakit yang diderita. Hal itu bahkan sangat mungkin terjadi padaku juga, hari ini aku menghadapnya dan meninggalkan semua memori yang ada di dunia ini yang teramat sementara. Isak tangis ibu dan ayahmu mungkin menjadi isak tangis ibu dan ayahku pula, di hari yang sama umur yang sama dan satu-satunya anak perempuan juga. Lalu apa? Tak ada yang dapat membuatku tenang dengan keadaan ini.
Habis waktu ini berfikir dan aku tersadar, dosaku masih terlalu banyak aku bahkan belum pantas menghadapNya. Maka Allah begitu baiknya memberi kesempatan padaku untuk memperbaiki semuanya. Sungguh begitu beruntungnya dirimu, Semoga Allah menempatkan di tempatNya yang terbaik dan tunggu aku mungkin waktuku juga tak akan lama. Atau bahkan aku diberi tenggang waktu yang terlampau lama hingga dapat melihat cucu, cicitku. Tak ada yang pernah tahu selain Dia. Kelak kita kan bertemu lagi, dan semoga pertemuan itu di tempatNya yang diridhai puncak tertinggi dalam hidup ini agar saling kita dapat bertukar sapa dan senyum kembali.
Tapi nyatanya kematian adalah hal yang selalu dan paling sering kita sadari begitu dekatnya namun sering berlagak lupa atau bodoh akannya. Kematian itu selalu dekat, dan diri ini masih selalu bermaksiat. Yaa Rabb. Wafatkanlah kami dalam keadaan khusnul khatimah yaa Rabbi. Aamiiin Aamiiin Allahumma Aamiiin.

Jakarta, 27 November 2016 pukul 16.20
With love, your bestie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tahun Semuanya Berubah

1 Tahun Homecare

Sifat Dasar Manusia: Jahat