Lebaran 2020
Momen lebaran di 1 Syawal 1440 H ini, menjadi tolak ukur dan pertama kali dalam sejarah, di mana di sebagian wilayah negara atau dunia. Shalat Ied mestilah dilaksanakan di rumah karena Corona, dan aku cukup beruntung masih bisa shalat di lapangan dengan cara, suasana dan protokol yang berbeda.
Malam itu malam takbiran, aku sendiri masih belum menentukan apakah baiknya besok shalat Ied di rumah atau di lapangan, sedari siang tadi musholla dekat rumah sudah sibuk saja mengumumkan kalau khusus RW wilayahku tinggal, disediakan lahan untuk shalat, dan dihimbau untuk shalat di sana. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang hampir selalu kami shalat di Gor kelurahan. Tapi sebenarnya bukan itu masalah utama, keraguan untuk shalat di luar atau di rumah yang mana datang dari kebodohan kami akan ilmu agama lah penyebabnya. Antara cari aman atau cari utama. Antara kaidah 'mendahulukan menjauhi mudhorot ketimbang mengambil manfaat' atau 'berjamaah bersama kaum muslimin dan bertawakal' terasa begitu membingungkan karena miskinnya ilmu.
Singkat cerita, akhirnya kami sekeluarga memutuskan shalat di lapangan musholla dekat rumah, sesuai yang diharapkan bapak pengumuman siang sehari sebelumnya. Kami jadi bagian dari beberapa puluh orang yang shalat di sana. Menimbang bahwa tidak ada kasus positif di daerah kami, dan segala hal yang perlu disesuaikan telah dilakukan. Semoga berkah pada penyelenggara. Sebelum memasuki tempat shalat sudah ada beberapa tetangga yang semuanya bapak dan mas mas, membatasi dengan membuat pagar ala kadarnya dari meja, di atasnya ada hand sanitizer semprot dan termometer yang digunakan pada tiap orang yang hendak lewat. Pagi itu juga, beberapa tetangga yang non Islam, membantu menjaga di tiap perbatasan sampai shalat dan khutbah selesai, entah kenapa ada haru dan harap semoga hidayah sampai pada mereka.
Pertama kalinya dalam hidupku dan semua orang. Bagiku sejak pertama mengenal shalat Ied sewaktu TK, sampai saat ini shalat berjarak dan tidak rapat shafnya sejauh paling tidak semeter, semua menutup hidung dan mulutnya meskipun aku sendiri ragu apa boleh shalat menutup wajah, tapi akupun tidak tahu. Yang aku tahu, banyak sekali yang diingat dan menjadi pengingat di hari nan Fitri itu, kenyataan bahwa tidak satupun makhluk di bumi yang kuasa menolak takdir Allah subhanahu wata'alaa, tidak ada satupun yang dapat mengelak jika Allah berkehendak, dan tidak ada yang tak mungkin, meski tak pernah terlintas di benak manusia satupun di dunia ini, akan begini jadinya. Semua pasti ada hikmah dan memang begitu, meskipun berat dijalani dan rasanya semua tidak akan lagi sama setelah ini. Semoga kita selalu, dan tetap dalam lindungan dan ridhaNya, di manapun kaki berpijak, dalam kondisi apapun diberiNya, dan di masa yang bagaimanapun kita berada. Hanya ridhoNya lah yang utama.
Sehat selalu, Wassalamu'alaikum.
Komentar
Posting Komentar